Judul : dan Hujan pun Berhenti
Penulis : Farida Susanty
Penerbit : PT Gramedia Widiasarana Indonesia
Kota Terbit : Jakarta
Tahun Terbit : 2007
Ukuran Buku : 13,8 cm x 20 cm
Tebal Buku : x + 321 halaman
Novel ini mengisahkan seorang anak muda bernama Leostrada Miyazao, korban broken home yang selalu menjadi biang kerok atas kekacauan di sekolah bersama geng-nya, The Bunch of Bastards. Kekerasan fisik dan mental yang dia terima dari kedua orangtuanya, kematian tragis sang pacar, konflik dengan teman se-geng, membuat hidupnya semakin hampa dan pada akhirnya ia tidak lagi mau mempercayai orang – orang terdekatnya dan menganggap semuanya penghianat. Suatu hari ia bertemu gadis bernama Spizaetus Caerina yang sedang menggantungkan teru teru bozu ( penangkal hujan khas Jepang). Spiza melakukan itu demi melaksanakan niat bunuh diri, sesuai tagline yang tertulis di cover novel. “Kamu mau bunuh diri?” “Ya, asal tidak hujan.” Seperti Leo, Spiza membenci hujan. Hujan mengingatkannya pada peristiwa yang teramat pahit di masa lalu. Kenangan buruk yang menghantuinya dalam mimpi dan membuatnya merasa tak mampu melanjutkan hidup. Persamaan tekanan batin membuat Leo dan Spiza dekat. Leo yang sinis dan membenci keluarganya sendiri ini menemukan pelabuhan yang teduh pada diri Spiza.
Farida Susanty sang penulis yang lahir di Bandung 18 Juni 1990. Ia menerbitkan novel perdananya ini pada saat ia masih menjadi siswa SMAN 3 Bandung kelas XII. Prestasi sastranya pernah masuk beberapa majalah, menang beberpa lomba cerpen universitas di Bandung. Esainya pernah masuk suplemen Belia, Pikiran Rakyat, mengikuti Coaching Cerpen KaWanku 2006, dan cerpennya menjadi juara pertama best three short stories Coaching Cerpen KaWanku 2006.
Novel ini sangat kental dengan pernak pernik Jepang. Mulai dari latar belakang keluarga konglomerat Miyazao, unsur budaya dalam teru teru bozu dan elemen adat masyarakat Jepang. Dalam beberapa situasi bahkan menggunakan bahasa Jepang sebagai bahasa tokoh utama percakapan dengan anggota keluarga. Semua hal ini memberi pembaca pengetahuan lebih tentang Jepang karena disediakan catatan – catatan kaki untuk menjelaskan maksud dari percakapan dengan bahasa Jepang.
Penulis menghadirkan beragam karakter yang tidak terpaku antara baik dan buruk. Seperti Tyo, musuh geng Leo, bahkan menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai teman. Atau bahkan kematian pacar Leo yang tragis justru menguak sebuah rahasia besar yang membuat Leo mengakhiri ratapannya dan mencoba untuk mensyukuri hidup.
Kesan gelap sangat menonjol dari novel ini, yang sudah terlihat dari cover yang berwarna hitam dan tagline yang membuat penasaran dengan kata – kata mendalam yaitu bunuh diri. Tidak hanya itu, kesan dark atau gelap juga terlihat dari jalan cerita dan karakter Leo yang keras. Penulis juga berani bermain dengan kata – kata kasar untuk novel bergenre teenlit. Seperti kata “darah” yang sering digambarkan dalam novel ini. Dan banyak bertaburan umpatan, caci maki, kekerasan, kemarahan, kedengkian, dan keputus asaan. Oleh karena itu, novel ini lebih tepat masuk ke genre chicklit dan tidak pantas untuk dibaca anak – anak remaja dibawah 16 tahun. Novel ini juga butuh keseriusan dalam membacanya. Pembaca dibawa menyelam ke kegelapan kehidupan sang tokoh yang membuat pembaca berdebar - debar. Tidak ada unsur santai dan rileks dalam membacanya. Oleh karena itu, novel ini sebaiknya tidak dibaca oleh Anda yang ingin mendapat hiburan dari menbaca sebuah novel.
Penasaran dengan “kegelapan” novel ini? Ingin tahu akhir kehidupan Leo? Apakah Spiza berhasil bunuh diri? Temukan jawabannya dalam “Dan Hujan pun Berhenti”.
0 komentar:
Posting Komentar